Langsung ke konten utama

BERHUBUNGAN BAIK SESAMA MUSLIM

 


        Dalam kehidupan beragama, hubungan yang harus dijaga bukan hanya secara vertikal tetapi juga horizontal. Artinya, untuk menciptakan hubungan baik dengan Allah SWT. tidak semuanya dilalui dengan beribadah langsung kepada Allah SWT., tetapi juga bisa dilalui dengan berhubungan baik kepada makhluk hidup. Jadikanlah kenikmatan dunia sebagai sarana untuk beribadah dan ber-taqarrbu kepada Allah SWT. Seperti apabila kita mencintai alam semesta yang Allah SWT. telah ciptakan, dan bersyukur atas kebesaran-Nya., itu juga akan medapat ganjaran disisi Allah SWT. Rasulullah SAW. telah memberikan contoh yang rinci tentang bagaimana cara bermuamalah atau bersosialisasi dengan baik. Dan contoh yang Rasulullah SAW. berikan telah terbukti bahwa dengan cara yang telah beliau contohkan akan mendapatkan respon baik dari para sahabat,  bahkan dari orang-orang yang mengaggap beliau musuh, sehingga Rasulullah SAW. mendapatkan gelar Al-amin(terpercaya). Dalam kitab Adhiyaaulaami’ karangan Al-Habib Umar bin Hafidh bin Syekh Abu Bakar, beliau menjelaskan,

 عي الأمين وهو في اهل السما  نعم الأمين له المهيمن صانا

“Ia SAW. dibumi mendapatkan gelar Al-Amin yang kemudian dilangit digelari pula Ni’mal Amin. dan ia SAW. senantiasa dinaungi oleh Yang Maha Memelihara”

Bahkah sifat perilaku Nabi SAW. juga mencontoh bagaimana sikap beliau terhadap orang-orang disekitar beliau seperti istri, anak, dan khodim (pelayan) beliau. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra[1]. ”Rasulullah SAW. tidak pernah mengatakan uf (hus). Dan tidak pernah pula beliau berkata kepadaku karena sesuatu yang kukerjakan (dengan perkataan, “mengapa kau kerjakan begini?”) dan tidak pula karena ada sesuatu yang  tidak kukerjakan (dengan berkata) ”mengapa tidak kau kerjakan?”. Maka benar apa yang dikatakan Sayyidina Ali bin Abi Thalib k.w. saat menceritakan sifat nabi, beliau mengatakan,

من رأه بديهة هابه ، ومن خالطة معرفة أحبه ، يقول ناعته : لم أر قبله ولا بعده مثله

“Barang siapa yang pernah berkumpul dengannya, kemudian kenal padanya, tentulah ia akan mencintainya. Orang yang menceritakan sifatnya, pastilah akan berkata : belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya orang yang seistimewa beliau SAW.

          Dengan berbagai contoh yang diberikan oleh beliau SAW. seharusnya kita yang mengaku sebagai umatnya dan mengaku mencintainya harus berpegang teguh kepada apa yang dibawanya, baik dari tutur katanya, cara bermasyarakat,cara saling hormat menghormati, dan lain sebagainya.Dan  Nabi SAW. tidak hanya memberikan contoh yang bersifat fi’liyah (perbuatan), tetapi juga yang bersifat qauliyah (perkataan) yang telah disabdakan oleh beliau. 

            Berbagai hadits yang disabdakan bisa menjadi pedoman bagi kita untuk mengalamkan sikap kita dalam berhubungan dengan siapa saja. Diakhir zaman seperti sekarang ini, banyak fenomena yang terjadi berkaitan dengan masalah-masalah hubungan antara satu golongan dengan golongan lain. Kurangnya pengertian toleransi menjadi salah satu faktor terjadinya masalah tersebut. Tidak hanya di Indonesia, tapi diberbagai belahan dunia sudah banyak dijumpai problemtika yang demikian. Sebagai seorang muslim, apa yang harus kita ubah dari sikap kita? sudahkah kita meneladani sikap Rasulullah SAW?. Padahal Rasulullah SAW. sendiri telah memiliki sikap toleransi yang tinggi kepada golongan yang bertentangan dengan beliau. Seperti sikap beliau dalam menjaga kafir dzimmi (yang membayar zakat), dengan cara memerangi mereka-mereka yang memerangi kafir dzmmi. Ini adalah contoh sikap toleransi yang sangat tinggi, bukan hanya sekedar memberikan kesempatan melakukan kegiatan keagamaan, melainkan juga menjaga kehormataan dan nyawa mereka. Rasulullah SAW. bersabda,

 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tentangganya”

Dalam hadits ini Rasulullah SAW. tidak membatasi bahwa tentangga yang dimaksud disini berlaku secara umum bukan tetangga yang muslim saja. Artinya siapapun dia, selama tidak mengusik dan saling hormat serta bertoleransi haruslah dimuliakan sebagaimana mestinya.

            Kasus lain yang juga sudah banyak terjadi khususnya dinegara kita, seorang muslim yang menyakiti muslim lainnya. Bahkan, yang disakiti adalah seorang ustadz, kiyai, habaib dan para ‘alim ulama yang menjadi warotsatul annbiya (pewaris para nabi). Merekalah yang membimbing kita untuk dekat dan kenal dengan Allah SWT. dan rasul-Nya. Apakah pantas dengan menyakiti mereka sebagai ganjaran atas perjuangan dakwah mereka. Seharusnya sikap kita kepada mereka adalah dengan memuliakannya, menghormatinya, tunduk dan patuh kepadanya. Sebab dengan berguru kepada mereka menjadi salah satu sarana kita untuk mengenal lebih dalam tentang syariat agama. Apakah kita mampu untuk mengerti seutuhnya tentang Al-Qur’an dan Hadits tanpa dibantu dengan kitab-kitab ijtihad para ulama salaf. Apakah kita mampu memahami seutuhnya kitab-kitab para ulama salaf tanpa ada syarah (penjelasan) didalamnya. Apakah kita mampu memahami dan mengerti kitab-kitab dengan syarah-nya tanpa ada ulama sebagai pembimbing. Hanya orang munafik yang memusuhi, menyakiti, memfitnah, mengintimidasi, bahkan mencoba untuk membunuh ulama. Dalam kitab Maroqil ‘Ubudiyah karangan Syekh Nawawi Al-Bantani, beliau menjelaskan dari kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Ghozali. Bahwa,

من لم يحزن بموت العالم فهو منافق

Artinya: ”Barang siapa yang tidak bersedih dengan kematian ulama, maka dia adalah munafik”

Bahkan dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ

Artinya: “Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku nyatakan perang terhadapnya”

Dalam penjelasan hadits ini oleh Dr. Musthafa Dieb Al-Bugha, wali adalah orang yang beriman, melakukan ketaatan kepada Allah SWT., mengikuti dan meneladani Rasulullah SAW. dalam sikap, ucapan , dan perbuatannya. Dari keterangan tersebut menyatakan bahwa disekitar kita banyak terdapat wali, tetapi derajat mereka berbeda beda. Dan juga dalam lanjutan dari penjelasan hadits diatas, Dr. Musthafa menjelaskan bahwa, siapapun yang menyakiti orang mukmin, baik jiwa, harta, maupun kehormatan, maka Allah SWT. menyatakan perang kepada orang tersebut. Ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk kita, bahwa dengan ketidaktahuan kita terhadap siapa-siapa saja yang menjadi walinya Allah SWT., maka kita harus berbuat baik kepada siapa saja, khususnya kepada ulama. Jika sebelumnya telah dijelaskan sifat-sifat wali, maka para ulama yang memiliki sifat-sifat tersebut pastinya memiliki derajat kewalian yang tinggi sebab ilmu yang mereka miliki. Jika mereka yang menyakiti para ulama maka bersiaplah untuk diperangi oleh Allah SWT.

         Mari kita refleksikan diri kita, sudah seberapa tinggi tingkat keimanan dan ketakwaan kita sehingga kita dapat berbuat semena-mena kepada saudara kita sesama muslim. Atau mungkin kita digolongkan kedalam orang-orang yang tidak beriman, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه

Artinya: “Tidak dikatakan beriman seorang diantara kalian, sampai kalian mencintai saudara (muslim) kalian sendiri sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika mereka yang tergolong pada hadits diatas dikategorikan tidak beriman, lalu bagaimana mereka yang menyakiti saudara sesama muslim. Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,  

من أذى مسلما فقد أذاني ومن أذاني فقد أذى الله

Artinya: “Barang siapa yang menyakiti orang islam, maka ia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang menyakitiku, maka ia telah menyakiti Allah.”

Tidak dapat kita bayangkan bagaimana murkanya Allah SWT. akibat mereka yang menyakiti orang islam, lalu secara tidak langsung menyakiti Rasulullah SAW., dan juga secara tidak langsung menyakiti Allah SWT. Semoga kita tidak termasuk dari golongan-golongan tersebut dan semoga Allah SWT. memberikan kepada kita ampunan-Nya dan menjaga kita dari sikap yang tidak baik kepada siapapun. Wallahu’alam Bishowab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dokumentasi FKKM - Acara Halal Bihalal 1446H/2025M

Moment Silaturahmi Halal Bihalal 1446H/2025M di Majelis Ta'lim Al-Ikhlas.

Moment Tahun Baru 2024 - 2025

Moment acara tahun baruan keluarga djitabe - Villa Pondok Alam Alviandra Sukabumi (30,31 Desember 2024 & 1 Januari 2025).

Update Nama Keluarga Besar FKKM - Desember 2021

  UPDATE NAMA KELUARGA BESAR H.MURTABA BIN H.BASRI No                  NAMA JENIS SILSILAH 1 H. ACHMAD ROYANI  LK ANAK 2 HJ. MASNAH (ALMARHUMA)  PR MANTU 3 MUNTAMAH PR MANTU 4  Hj. SITI ZAHRIATI  PR CUCU 5 H. BUNYAMIN CHOLID    LK CUCU MANTU 6 SYAROFI AZAMY  LK CICIT 7 ISYA MUFIDA  PR CICIT 8 ABDUL HAKIM LK CICIT MANTU 9 RAYYANKA SERKAN HAKIM LK PIUT 10  SHIDQI YAHDI KALLA  LK CICIT 11 H. LUKMAN HAKIM  LK ...