عي الأمين وهو في اهل السما نعم الأمين له المهيمن صانا
“Ia SAW. dibumi mendapatkan gelar Al-Amin
yang kemudian dilangit digelari pula Ni’mal Amin. dan ia SAW. senantiasa
dinaungi oleh Yang Maha Memelihara”
Bahkah sifat perilaku Nabi
SAW. juga mencontoh bagaimana sikap beliau terhadap orang-orang disekitar
beliau seperti istri, anak, dan khodim (pelayan) beliau. Diriwayatkan
dari Anas bin Malik ra[1].
”Rasulullah SAW. tidak pernah mengatakan uf (hus). Dan tidak pernah pula
beliau berkata kepadaku karena sesuatu yang kukerjakan (dengan perkataan,
“mengapa kau kerjakan begini?”) dan tidak pula karena ada sesuatu yang tidak kukerjakan (dengan berkata) ”mengapa
tidak kau kerjakan?”. Maka benar apa yang dikatakan Sayyidina Ali bin Abi
Thalib k.w. saat menceritakan sifat nabi, beliau mengatakan,
من رأه بديهة هابه ، ومن خالطة
معرفة أحبه ، يقول ناعته : لم أر قبله ولا بعده مثله ﷺ
“Barang siapa yang pernah berkumpul dengannya, kemudian kenal padanya, tentulah ia akan mencintainya. Orang yang menceritakan sifatnya, pastilah akan berkata : belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya orang yang seistimewa beliau SAW.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tentangganya”
Dalam hadits
ini Rasulullah SAW. tidak membatasi bahwa tentangga yang
dimaksud disini berlaku secara umum bukan tetangga yang muslim saja. Artinya
siapapun dia, selama tidak mengusik dan saling hormat serta bertoleransi
haruslah dimuliakan sebagaimana mestinya.
Kasus lain yang juga sudah banyak terjadi khususnya
dinegara kita, seorang muslim yang menyakiti muslim lainnya. Bahkan, yang
disakiti adalah seorang ustadz, kiyai, habaib dan para ‘alim ulama yang menjadi
warotsatul annbiya (pewaris para nabi). Merekalah yang membimbing kita
untuk dekat dan kenal dengan Allah SWT. dan rasul-Nya. Apakah pantas dengan
menyakiti mereka sebagai ganjaran atas perjuangan dakwah mereka. Seharusnya
sikap kita kepada mereka adalah dengan memuliakannya, menghormatinya, tunduk
dan patuh kepadanya. Sebab dengan berguru kepada mereka menjadi salah satu sarana
kita untuk mengenal lebih dalam tentang syariat agama. Apakah kita mampu untuk
mengerti seutuhnya tentang Al-Qur’an dan Hadits tanpa dibantu dengan
kitab-kitab ijtihad para ulama salaf. Apakah kita mampu memahami seutuhnya
kitab-kitab para ulama salaf tanpa ada syarah (penjelasan) didalamnya.
Apakah kita mampu memahami dan mengerti kitab-kitab dengan syarah-nya
tanpa ada ulama sebagai pembimbing. Hanya orang munafik yang memusuhi,
menyakiti, memfitnah, mengintimidasi, bahkan mencoba untuk membunuh ulama.
Dalam kitab Maroqil ‘Ubudiyah karangan Syekh Nawawi Al-Bantani, beliau
menjelaskan dari kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Ghozali. Bahwa,
من لم يحزن بموت العالم فهو منافق
Artinya: ”Barang siapa yang tidak bersedih dengan
kematian ulama, maka dia adalah munafik”
Bahkan dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman,
مَنْ عَادَى لِي وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ
بِالحَرْبِ
Artinya: “Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku
nyatakan perang terhadapnya”
Dalam penjelasan hadits ini oleh Dr. Musthafa Dieb
Al-Bugha, wali adalah orang yang beriman, melakukan ketaatan kepada Allah SWT.,
mengikuti dan meneladani Rasulullah SAW. dalam sikap, ucapan , dan
perbuatannya. Dari keterangan tersebut menyatakan bahwa disekitar kita banyak
terdapat wali, tetapi derajat mereka berbeda beda. Dan juga dalam lanjutan dari
penjelasan hadits diatas, Dr. Musthafa menjelaskan bahwa, siapapun yang
menyakiti orang mukmin, baik jiwa, harta, maupun kehormatan, maka Allah SWT.
menyatakan perang kepada orang tersebut. Ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk
kita, bahwa dengan ketidaktahuan kita terhadap siapa-siapa saja yang menjadi
walinya Allah SWT., maka kita harus berbuat baik kepada siapa saja, khususnya
kepada ulama. Jika sebelumnya telah dijelaskan sifat-sifat wali, maka para
ulama yang memiliki sifat-sifat tersebut pastinya memiliki derajat kewalian
yang tinggi sebab ilmu yang mereka miliki. Jika mereka yang menyakiti para
ulama maka bersiaplah untuk diperangi oleh Allah SWT.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
Artinya: “Tidak dikatakan beriman seorang diantara
kalian, sampai kalian mencintai saudara (muslim) kalian sendiri sebagaimana
kalian mencintai diri kalian sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika mereka yang tergolong pada hadits diatas dikategorikan tidak beriman, lalu bagaimana mereka yang menyakiti saudara sesama muslim. Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
من أذى مسلما فقد أذاني ومن أذاني فقد أذى
الله
Artinya: “Barang siapa yang menyakiti orang islam, maka
ia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang menyakitiku, maka ia telah
menyakiti Allah.”
Tidak dapat kita bayangkan bagaimana murkanya Allah SWT.
akibat mereka yang menyakiti orang islam, lalu secara tidak langsung menyakiti
Rasulullah SAW., dan juga secara tidak langsung menyakiti Allah SWT. Semoga
kita tidak termasuk dari golongan-golongan tersebut dan semoga Allah SWT. memberikan
kepada kita ampunan-Nya dan menjaga kita dari sikap yang tidak baik kepada
siapapun. Wallahu’alam Bishowab
Komentar
Posting Komentar